6 Mei 2020

Ramadhan, saatnya merasakan masakan mewah.

Bulan puasa, istilah lainnya, bagi segolongan orang merupakan saat-saat belajar empati. Mereka berempati bagaimana rasanya hidup kekurangan. Minimal dalam sebuah aspek kehidupan. Dan itu adalah aspek yang paling mendasar, lapar dan haus.

Kata bu ustadzah, puasa yang terpenting adalah menahan nafsu. Setelah merasakan susahnya menahan lapar dan haus, mereka yang lebih mampu dan berhati nurani lalu tergerak. Mereka menyumbang takjil. Kepada tetangga, musholla, masjid, pengguna jalan, yatim, fakir, saudara, teman, musuh, dan sebagainya. Mereka mengeluarkan infaq, shodaqoh, zakat, dalam berbagai bentuk dan cara. Terima kasih kepada bu ustadzah yang telah memotivasi mereka agar berlomba dalam kebaikan. Kata beliau, momentum ramadhan memiliki keutamaan.

Namun di sisi lain ada golongan yang bermewah-mewah. Yaitu mereka yang kesehariannya hidup dalam kelabilan. Hidup mereka kadang sehari makan sekali, dua kali, tak sekalipun, tiga kali. Kadang sehari makan dan sehari puasa, dua hari makan dan sehari puasa. Kadang makan lauk garam, tahu, tempe, mi instan, dan berbagai variasinya. Maksudnya variasi tahu-mi, tempe- mi, tahu-tempe, mi-tahu, mi aja, garam aja, dan seterusnya. Mereka ini sebenarnya bukan pemalas, hanya kurang beruntung atau belum saatnya merasakan nikmatnya berkecukupan saja. Bagi mereka, dalam gelombang pandemi, situasi makin menantang.
.
Nah, bagi mereka momen Ramadan adalah saat merasakan makanan mewah. Mereka berpeluang menikmati es kopyor, es buah, sirup manis, susu bermacam rasa  dalam kemasan promo, dan berbagai macam minuman yang biasanya tak mereka cicipi. Mereka bisa makan nasi campur dengan bumbu kare, kecap, lodeh, nasi Padang, telur gadar, ayam krispy, dendeng, dan apa lagi ya.. Walaupun itu semua didapat secara gratis dan adanya hanya waktu buka. Itu semua bisa didapatkan di masjid, tepi jalan, taman kota, depan pasar berlantai licin, musholla. Di depan Gedung perkantoran pun bersaing menawarkan berbagai menu yang menggiurkan.

Bahkan bisa jadi kemewahan itu datang sendiri. Tetangga mereka yang lebih beruntung berbagi menu buka hari itu karena kebetulan putra bungsu lagi ultah. Di hari lain mendadak seorang pegawai dari pabrik sabun sebelah mengantarkan nasi dalam kotak bertuliskan nama produknya. Situasi seperti ini adalah sesuatu yang langka.

Pemasukan harian mereka yang cukup untuk makan sekali dibagi untuk sehari, jadi bisa dialokasikan untuk sahur. Jika sebungkus mi instan dibagi sekeluarga, saat itu tersedia dua bungkus. Untuk buka mereka bisa berharap dari masjid, asal nggak terlambat jadwal datangnya. Sukur-sukur kalau ada tambahan nasi kotak dari orang baik yang lain.

Mereka hanya bisa merasakan makanan enak di bulan seperti ini. Belum lagi tiba-tiba ada bonus paket sembako dari seseorang. Yang mana itu adalah sebagian dari kelebihan pendapatan dia. Terlepas itu didapat secara benar atau salah. Terlepas dari motivasi pemberiannya karena Tuhan atau sesamanya.

Orang-orang labil ini memanfaatkan aji mumpung. Mumpung ada kesempatan merasakan nikmatnya makanan mewah gratis. Sebab pada bulan selainnya mereka puasa.

Terima kasih bu ustadzah yang telah menggelorakan semangat berbagi. Terima kasih buat orang baik berakal jernih yang mau berbagi walaupun kelebihan mereka hanya secuil. Semoga mereka terlindungi dari kelakuan golongan berotak korup yang suka mencaplok jatah banyak orang. Semoga Ramadhan melahirkan jiwa-jiwa fitrah yang tegar menghadapi hidup demi merengkuh ridha-Nya.