27 Des 2014
Penerapan Aturan di Indonesia
Berawal dari menyimak sebuah link berita yang di-share oleh seorang rekan di fb, jadi tergelitik pengen coret-coret di blog, coretan akhir thun, ceritanya... Pengen menuangkan uneg-uneg betapa penegakan aturan di negeri ini kok sering kali melempem. Salah satu ungkapan yang cukup sering dilontarkan para kritikus sosial-politik yang udah ternama, yang masih tersirat di memori kepala: peraturan di negeri ini hanya tegas bagi "wong cilik" tapi melempem saat berhadapan dengan selainnya.
Tentang penertiban jam siaran infotaiment (salah tulis, sengaja emang) yang membahas prahara perceraian, perselingkuhan dan sejenisnya, setuju bingits..!! Tapi knapa nunggu hingga tahun 2015? Kenapa nggak langsung aja? Padahal P3SPS ditandatangani pada bulan Maret 2012. Hingga kurun waktu itu hingga akhir tahun 2014, perdebatan tentang infotaimen sudah sering berseliweran di dunia digital ataupun di alam nyata di negeri ini. Mengapa tidak sedari dulu diberesi dengan tegas? Mengapa polemik ini terus bermunculan? Buat penyelenggara penyiaran, mengapa pula masih melakukan pelanggaran P3SPS? Apakah emang penyelenggara penyiaran ini mencari celah kelemahan aturan demi menambah keuntungan?
Bagaimana pula dengan keberadaan lembaga penyiaran yang kalo ditelaah menggunakan common sense memiliki salah satu misi mencerdaskan para pemirsanya? Bahkan dalam P3SPS, dalam salah satu pertimbangan pembuatan aturan ini ditulis "bahwa dengan keberadaan lembaga-lembaga penyiaran di Indonesia, harus disusun pedoman yang mampu mendorong lembaga penyiaran untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil, dan sejahtera;" Jika pedoman ini dipegang oleh lembaga penyiaran, polemik seputar acara infotaiment bisa jadi nggak banyak berseliweran. Kalo aparat tegas dalam menerapkan aturan tentang permasalahan ini bertindak tegas dan cepat, bisa jadi kita nggak perlu berlama-lama berpolemik.
Contoh lain yang lebih mendekati keseharian: aturan berlalu lintas khususnya di sekitar traffic light. Banyak sekali ditemui pelanggar lajur dan marka jalan. Lajur kiri yang harusnya terbuka untuk berbelok ke kiri sering kali dijejali kendaraan yang lurus. Saat kendaraan yg ingin berbelok ke kiri meminta jalan dengan membunyikan klakson, si pelanggar malah mencak-mencak dan maki-maki. Aneh? Ini yang gila siapa, cobak? JIka aparat tegas menindak dan memberikan efek jera bagi siapapun pelanggar aturan, bisa jadi kegilan ini nggak banyak kita temui di jalan. Masyarakat pun juga akan berpikir berkali-kali lipat jika ingin melanggar suatu aturan.
Sudah bosan liat terlalu banyak pelanggaran yang dibiarkan di depan mata. Saat akan bertindak menyikapi pelanggaran tersebut, malah dicaci maki dan dihancurkan, bahkan... Bisakah kita - sebagai orang biasa - mau menaati aturan tanpa alasan "jika ada aparat"? Bisakah para aparat bersikap tegas pada tempatnya dan tidak pilih-pilih saat menindak sebuah pelanggaran?
artikel ini juga dicoret-coret di sini
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar